“Selamat hari lahir ya, Nak.
Semoga tambah dewasa.”
Kata Ibuku di seberang sana.
Ya, kemarin, jam sembilan pagi beliau menelepon. Mengucapkan doa di hari
ulang tahunku. Ibuku mejadi orang pertama yang memberikan doa. Ahh basi deh, bukan soal basi, tapi
setidaknya ini membuktikan siapa yang peduli dan siapa yang acuh.
Setelah telepon di tutup suamiku menghampiriku. Saat itu aku sedang memasak
dan ia masih sibuk sambil membantu mencuci baju. Kemarin kan weekend.
"Selamat milad, Mi. Maaf ya,
hampir lupa,"
"Nggak apa2" jawabku.
"Ummi kan nggak
penting" tegasku melanjutkan.
Suamiku ingat karena mendengar percakapan aku dan ibuku di telepon. Oh My God. Bagaimana bisa lelaki itu lupa dengan hari lahirku? Kemarin, 13 September adalah hari
lahirku sekaligus tanggal kelahiran
Alif. Alif ulang bulan yang ke-6.
Apakah ada yang lebih istimewa selain aku dan Alif?
Apakah ada yang lebih penting selain kami?
Hancur lebur. Luluh lantah tak
berarah. Menyatu dengan kekecewaan yang mendalam.
Hanyut terbawa harapan yang temaram. Kini, hanya air mata dan kelopak yang
lebam. Menjadi saksi kekecewaan.
Mungkin, suamiku merasa bersalah karena sudah melupakan hari lahirku. Maka
tak heran ia menjadi lebih rajin. Beberapa perkerjaan rumah ia selesaikan. Ahh, itu tak membuatku meleleh, tetap saja
aku masih kecewa.
“Kenapa, Mi?” tanyanya singkat.
“Enggak kenapa-napa” jawabku semalam.
Sejurus dengan pertanyaannya itu aku langsung melarikan diri ke kamar. Menangis
dengan sedikit menahan, khawatir terdengar. Kerongkonganku sakit. Aku menangis
diam-diam. Sudah tak tahan diacuhkan. Sudah jelas-jelas aku merasa kecewa, tapi
lelaki itu tidak peka. Tidak merasakan kekecewaan yang sedang aku alami. Aku
malas bicara. Akhirnya aku kirimkan sebuah pesan singkat melalui BBM untuk mewakili perasaanku.
“Udah jelas2 aku ngambex, malah ditanya. Ya Allah
nggak peka banget yaaa.
Nggak ada tahun yang paling mengecewakan selain
tahun ini. Iya, hari ini. Biasanya nangis bahagia sekarang nangis kecewa.”
Dan kautahu?
Pesannya hanya diRead saja.
Udah deh ini mah kelar hidupku. Kelar semuanya.
Rasanya ingin segera berganti hari saja. Berganti bulan untuk melupakan
kekecewaan. Bulan ini menjadi September paling terburuk. Padahal tahun lalu
menjadi September terindahku.
Aku ingin tidur lebih awal. Sebelum tidur, biasanya aku memastikan semuanya
makanan sudah rapi. Masuk kulkas. Agar tidak ada sisa makanan yang terbuang.
Esoknya masih bisa dipanaskan untuk sarapan. Ketika aku hendak membereskannya
ke kulkas ada sebongkah kebahagiaan. Ternyata suamiku memberi sebuah kejutan.
Huwaaaa..
Sahabat Elsya.. kemarin seharian
bete sebete-betenya. Bagaimana tidak.
Orang yang aku sayang lupa dengan hari
yang spesial. Sakitnya tuh di sini *nunjuk dada, nunjuk kepala nunjuk dompet*loh.
Tapi Alhamdulillah. Semua hanyalah skenario belaka. Aku langsung berhambur padanya,
nangis sejadi-jadinya. Meluapkan kekecewaaan. Tapi sekarang aku bahagia. Plus kesel. Kenapa aku bisa masuk dalam skenario
dramanya? Huh, sebal.
Bersamaan dengan itu, setelah beberapa menit. Hapeku langsung ramai. Ternyata ia pun meminta ke beberapa teman
untuk memberikan ucapan lewat pesan singkat. Ada lewat BBM, WhatsApp dan SMS. Berbarengan, di penghujung tanggal 13
September.
Terima kasih, Bi. Tetaplah menjadi lelaki hebatnya kami. Untuk Alif dan
Ummi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar