...Baarakallaahu laka, wa baarakallahu
‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khaiir, buat Aa dan keluarga baruku Teh Nia...
Semoga kalian menjadi keluarga yang SAMAWA. Langgeng sampe nenek kakek. Amin Ya
Rabbal’alamin...
Bahagia!
Itulah
rasaku saat mendengarmu akan menempuh perjalanan baru. Manisnya perkenalan
tentu sudah kau jalani, ucap ikrar dan janji setia pun sudah kau lewati. Hidup
yang biasa kau jalani seorang diri kini tak akan ada lagi. Bahagianya dirimu
karena akan ada yang selalu mengingatimu ketika alpa, menghiburmu ketika duka,
menentramkanmu ketika sepi. Itulah bidadarimu.
“Please, aa mau kamu datang. Urusan uang itu nomer kesekian. Yang penting
kamu bisa nemenin acara pernikahan aa.” Suara di
seberang telepon memelas. Hening.
Ya, dialah kakakku yang akrab
kupanggil ‘aa’ karena kami asli
Sunda. Menginjak usianya yang ke dua puluh delapan ia melepaskan masa
jomblonya. Sekarang aa gue nggak jombo
lagi, cuy! Awalnya aku memang berencana mengirim kado dan sedikit amplop saja. Karena aku tidak bisa pergi berdua
bersama suamiku. Beliau tidak libur mengajar. Tapi mendengar kakakku meminta
untuk aku datang ke acaranya itu, bisa meluluhkan hatiku. Alhasil, rencana
keberangakatan berubah total. Esoknya setelah kakakku menelepon, aku langsung
meluncur ke Pandeglang, Banten. Tepat pada hari Selasa, 27 Mei 2014 lalu.
Tentunya sendiri. Alhamdulillah suamiku mengizinkan.
Sudah
pasti aku tidak akan menunggui kakakku mengucap ikrar sucinya. Karena proses
akad dimulai jam sepuluh pagi. Sementara butuh enam jam perjalanan dari Bogor
ke sana. Jam enam kurang tiga puluh lima menit aku berangkat. Awalnya aku
berencana naik bis Arimbi jurusan
Serang. Namun saat itu bisnya masih sejam lagi waktu keberangkatan. Akhirnya
aku memilih bis Rudi jurusan Rangkas
Bitung. Bis ini tanpa AC. Saat itu
aku tidak berpikir macam-macam soal kondisi bis, yang ada dalam benakku bagaimana bisa segera sampai ke tempat acara
kakakku. Itu saja.
Pengap. Panas. Asap rokok. Ngetem. Berisik!
Itu semua rentetan kata-kata
untuk menggambarkan kondisi saat aku berada di bis Rudi. Ternyata tidak senyaman menaiki bis Arimbi. Waktu perjalanan pun lebih lama. Tepos nih! Namun kupercaya ini semua memang sudah jalanNya.
Kunikmati perjalananku menuju kampung halamanku. Pandeglang, Banten. Keluarga
di sana sudah beberapa akli meneleponku. Bawel!
Tidak berhenti di bis itu saja, ternyata dari jalan raya menuju kampung
tempat acara sangat jauh. Itu kata keluargaku yang sudah lebih dulu berada di
sana. Benar saja, jalanan rusak, melewati hutan, pohon salak berjejer menemani
perjalananku saat itu. Huft!
Pukul dua belas lewat dua puluh
satu menit aku tiba di acara. Aku disambut oleh keluarga besarnya. Meriah
sekali. Pusing, kepalaku saat itu. Mungkin karena perjalanan yang cukup
menguras tenaga. Kutemui kakakku saat itu yang sedang beristirahat, pengantin
wanita sedang mengganti pakaiannya.
“Ciyeeee.. aa gue yang paling jelek udah nggak jomblo lagi.”
Kataku, serasa mencium kedua pipinya.Haru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar