Renyah!
Seperti
kerupuk yang baru saja digoreng.
Itulah cita rasa penulis novel inspiratif ini.
Ya, Syaiha dengan novel ‘Sepotong Diam’nya lengkapi rangkaian
agenda Bogor Islam Book Fair 2014. Jumat 23 Mei 2014 bersama FLP Bogor, Syaiha
menjadi pembicara langsung dalam bedah bukunya itu. Tentu dengan seorang
moderator yang juga sudah kawakan di dunia kepenulisan dan Forum Lingkar Pena. Dialah
Aep Saefullah. Dalam acara bedah buku ini tidak hanya membahas kelebihan dan
kekurangan novel ‘Sepotong Diam’
saja, namun penulis membagikan secara gamblang proses kreatif yang dialaminya.
Tidak hanya itu tips dan trik menulis pun berhasil digondol oleh para peserta yang hadir dalam acara tersebut.
“Saya menulis novel ini hanya sebulan!” jawabnya
ketika ditanya moderator.
Hah. Gila! Hanya sebulan. Ternyata novel
predikat juara II nasional ini mengalami beberapa rintangan. Sebulan sebelum deadline lomba, naskah yang sebelumnya
sudah rampung sirna bersama hardisk
yang hilang. Alhasil penulis harus menuangkan ulang ide-idenya.
Novel
ini tidak melulu soal cinta, namun banyak kisah inspiratif dan menarik yang
bisa teman-teman dapatkan. Tentang perjuangan hidup di perantauan, juga tentang
pelajaran bagaimana memenej keimanan.
Kalau soal isi novelnya kamu tidak perlu ragukan lagi, novel ini sangat ‘kece’ untuk teman-teman miliki.
Ada
yang menarik dalam bedah buku kali ini, moderator dan penulis membedah novelnya
namun buku itu sendiri sudah habis di tangan. Belum ada cetakan buku
selanjutnya. Cetakan pertama sudah raib. Maka peserta bedah buku harus
mengurungkan niatnya membawa pulang Sepotong Diam. Kabarnya sudah banyak waiting list yang setia menunggu cetakan
kedua. Ini membuktikan bahwa novel ini tidak hanya sekedar cerita yang klise. Tapi
memang benar-benar menyajikan kisah yang oke
banget.
Jika
dilihat dari karyanya, penulis sudah expert
dalam dunia kepenulisan. Tidak heran jika beberapa kali karyanya menjadi
perbincangan pembaca, khususnya di akun Kompasiana.
Sering juga artikel ringannya mejeng di deretan ‘Trending Articles’ atau jejeran ‘Inspiratif’.
“Menulis dan membaca adalah kesatuan yang
utuh. Maaf, jika boleh saya analogikan membaca diibaratkan seperti makan dan
minum, dan menulis seperti buang hajat. Nah, jika makan dan minum saja tanpa
buang hajat kita pasti akan sakit. Sebaliknya jika kita buang hajat terus, tanpa
makan dan minum alhasil kita akan kekurangan nutrisi. Pasti kita akan sakit
juga, bahkan mati!” jelas Syaiha ketika menganalogikan kegiatan membaca dan
menulis.
“Jika ingin menjadi penulis sebenarnya tidak
ada ilmunya, tidak ada teorinya. Karena pada dasarnya jika ingin menjadi
penulis ya harus nulis! Nulis tiap hari! Baca nulis, baca nulis. Itu saja.”
Sambungnya lagi.
0 komentar:
Posting Komentar