Jumat, 12 September 2014
“Mamas nggak bisa ngasih kado ya, sayang,”
“Nggak apa-apa, September tahun ini kado spesialnya adalah
mas dan calon malaikat kecil kita,” kataku dengan santai sambil mengelus
perutku yang mulai buncit.
Sehari menjelang tanggal lahirku, lelaki yang kutempatkan
namanya di tahta hatiku itu sudah mewanti-wanti.
Tahun ini tak masalah tidak ada kado atau pun kejutan-kejutan seperti tahun
lalu. Karena hidupku sudah lengkap, rasanya aku tak menuntut orang-orang
terdekatku untuk memberikan kado yang menurut mereka spesial. Karena Allah
sudah lebih dulu memberikan kado terindah itu. Walau mungkin indah versiku
saja. Sekali lagi aku katakan kepadamu, aku sudah cukup bahagia. Tugasku
sekarang adalah hanya bersyukur dan bersyukur. Selain itu aku harus menjaga
keutuhan kebahagiaan yang telah Dia anugerahkan.
Seperti biasa selepas hari menjumpai malam, aku dan suamiku duduk
bersantai atau sekedar merebahkan badan membuang letih seharian. Lagi-lagi
calon ayah dari janin yang kukandung itu melempar permohonan maafnya, karena
tidak bisa memberikan kado di hari lahirku. Ahh, dia terlalu
berlebihan. Tak masalah, pikirku.
“Sayang nggak mau nunggu pergantian hari nanti jam12 malam?”
tanyanya.
“Hmm.. terus kalau sudah harinya ganti mau ngapain?” tandasku
malas, dengan mata yang mengantuk yang kutaksir saat itu sudah jam sebelas
malam.
“Ya tidur lagi!” singkatnya.
Saat itu entah sihir dari mana yang membuatku ingin
cepat-cepat tidur. Namun tetap saja seperti biasa lelaki di sampingku sudah
lebih dulu pergi ke negeri impian. Sudah asik dengan bunga tidur yang menghiasi
tidurnya. Hingga malam di tanggal 12 September ini berjalan begitu
saja.
====
Sabtu, 13 September 2013
02.05 am
Sepertinya aku sedang bermimpi, namun sosoknya menghapus
mimpiku. Tentu ini bukan mimpi lagi, suamiku bangun dan meninggalkan tempat
tidurnya. Tumben, gumamku. Biasanya
aku yang bulak-balik ke toilet tengah malam seperti ini. Ahh, sudahlah.
Aku tidak berpikir panjang, otakku hanya satu tujuan; segera tidur dan melanjutkan mimpiku tadi. Benar saja, aku sudah terlelap kembali dalam buaian mimpi. Namun kali ini mimpiku sangat indah. Ya, indah sekali. Seorang pangeran meraih tanganku dengan lembut, menyentuh keningku. Ahh, pangeran.
Aku tidak berpikir panjang, otakku hanya satu tujuan; segera tidur dan melanjutkan mimpiku tadi. Benar saja, aku sudah terlelap kembali dalam buaian mimpi. Namun kali ini mimpiku sangat indah. Ya, indah sekali. Seorang pangeran meraih tanganku dengan lembut, menyentuh keningku. Ahh, pangeran.
“Sayang, ayooo... bangun,” kata pangeran itu.
“Mmmmm....” mataku masih enggan terbuka, mimpi kali ini
seperti nyata. Aku dipaksa untuk bangun dari tidurku.
“Sayang, barakallah fi umrik ya, ayo keluar dulu!” pinta pangeran
itu lagi.
Stop! Ini bukan mimpi! Ini nyata ! Ya Rabb, pangeran dalam
mimpi indahku ini adalah suamiku. Betapa terkejutnya, kutemui kue cantik
lengkap dengan lilin berbentuk angka 23. Masya Allah... Suamiku... Ahh, aku speechless! Bener-bener speechless. Saking senengnya
aku lupa bagaimana cara berbicara. Bagaimana cara mengucapkan sebuah kata-kata.
“Terima kasih, Mas, hmmmm...,” hatiku meleleh. Mataku mulai
terasa hangat. Seperti ada yang ingin berjatuhan di sana.
“Semoga panjang umur dan sisa umurnya berkah,”
“Iya, semoga sisa umurku hanya kuhabiskan dengan Mas,”
“Amin”
Tidak cukup sampai disitu, ada kejutan lagi yang membuatku
terkagum-kagum. Ia memberikan sebuah buku. Kautahu itu buku apa? Judulnya “Untukmu” sebuah kumpulan tulisan
berupa ucapan doa dan harapan dari teman-temanku, bahkan dari orang-orang
terdekatnya (yang sebenarnya aku nggak
kenal :D ) ikut mengisi buku manis itu.
“Aduh... Kenapa harus repot-repot nyiapin ini sih, Mas, aku
kan udah bilang aku udah punya kado spesial. Calon anak kita ini sudah cukup
menjadi kado spesialku di tahun ini. Makasih ya Mas, Mas baik banget. Cococuwit bingit...,”
“Iya, hanya ini yang bisa Mas berikan buat sayang,”
“Ini lebih dari cukup. Ini adalah September terindahku,
beneran deh!”
Seperti itulah malam terindahku di pertengahan September 2014.
Bahkan aku bingung mengungkapkan keindahannya dalam sebuah tulisan pendek ini. Walau
(mungkin) salah satu dari kamu menganggap ini lebay, tapi aku hanya ingin berbagi padamu bahwa bahagia itu
sederhana. Ketika di hari spesialku dekat dengan orang yang kucintai, itulah
bahagia. Ia menjadi orang pertama yang memberikan harapan baru untukku.
Sungguh, buku ini adalah buku termanis yang pernah aku
jumpai. Betapa tidak, isi buku ini semuanya adalah ucapan-ucapan terindah
untukku. Terlebih ketika aku mulai membaca satu persatu judul tulisannya.
Di halaman pertama aku sudah disambut dengan tulisan manis dari pangeranku. Dia begitu apik menorehkan rasa cinta dan sayangnya dalam beberapa paragrap tulisan. Bukan itu saja, selanjutnya kutemui semangat baru setelah membaca kumpulan doa itu. Tulisan dari teman-teman sungguh membuatku haru. Entah kata apa yang tepat untuk mewakili rasa terima kasihku untuk teman-teman.
Yang pasti, Jazakumullah khairan Katsiran kepada semua teman-teman yang sudah ikut mewarnai hari bahagiaku. Terlebih kepada suamiku tercinta, mas Syaiha yang membuat aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung di negeri ini.
Di halaman pertama aku sudah disambut dengan tulisan manis dari pangeranku. Dia begitu apik menorehkan rasa cinta dan sayangnya dalam beberapa paragrap tulisan. Bukan itu saja, selanjutnya kutemui semangat baru setelah membaca kumpulan doa itu. Tulisan dari teman-teman sungguh membuatku haru. Entah kata apa yang tepat untuk mewakili rasa terima kasihku untuk teman-teman.
Yang pasti, Jazakumullah khairan Katsiran kepada semua teman-teman yang sudah ikut mewarnai hari bahagiaku. Terlebih kepada suamiku tercinta, mas Syaiha yang membuat aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung di negeri ini.
Sekarang udah 24 tahun...
BalasHapusbarakallaah. sekarang sudah besar dedenya ya?
BalasHapus