Senin, 08 Juni 2015

Abang Alif masih di Perutnya Ummi #1

Bismillah...

“Ummi sayang banget sama kamu, nak. Makanya Ummi rela perut ummi gendut”
“Ummi sayang banget sama kamu, nak. Makanya ummi berjuang agar kamu sehat terus di perutnya ummi”
“Jadi anak yang sholeh ya, nak”

                Setidaknya itu yang sering ummi lantunkan saat aku mulai
berkembang di dalam rahimnya. Aku sangat merasakan sekali bagaimana ia menjagaku. Awal-awal aku terbentuk ummi ‘mabok berat’, kondisi badannya drop. Makan tak enak, perut selalu mual hingga berujung muntah. Kepala pusing dan tenaga pun lemah. Tapi ummi tidak pernah menyerah. Alhasil saat usiaku di rahimnya 4 bulan, ummi berangsur pulih. Ummi hebat, ia bisa melewati masa-masa yang paling sulit itu. Semuanya tidak lepas dari peran seseorang yang tak kalah hebatnya. Ya, abi. Abiku tidak henti-hentinya memberikan dukungan penuh kepada ummi. Abi jugalah yang membantu pekerjaan rumah saat ummi lemah tak berdaya. Abi juga tidak pernah protes saat anggaran belanja menjadi naik. Karena saat itu ummi butuh nutrisi yang cukup demi memenuhi kebutuhanku. Mereka berdua rutin ketemu bu bidan dan bu dokter cantik. Memastikan aku baik-baik saja.

“Abi sayang banget sama anak sholeh. Anak sholeh baik-baik ya disana. Yang tenang, biar ummi dan abi juga tenang”
“Abi sayang banget sama kamu. Abi berangkat kerja dulu ya, nak. Semoga nanti kalau sudah lahir, anak sholehnya abi jadi anak baik, ganteng, hebat dan pinter”
“Makasih ya, nak... sudah hadir dalam hidupnya ummi dan abi. Ummi dan abi bahagia banget punya anak sholeh”

                Abiku cukup bawel, tapi aku bersyukur. Ia tunjukan bahwa kasih sayangnya sangat besar. Tidak ada alasan untuk aku mengabaikan segala doanya menjadi anak yang sholeh. Aku juga sayang banget sama mereka berdua. Abi sering ngajak aku ngobrol sambil ngusap-ngusap perutnya ummi. Sebelum tidur, bangun tidur, sebelum berangkat kerja, pulang kerja, bahkan saat abi tidak ada di rumah pun ummi sering sampaikan salam dari abi.

                Aku sering merasakan abi elus-elus dan cium perutnya ummi. Tapi ketika usiaku 36 minggu 2 hari aku membuat ummi cemas. Maafkan aku ya, mi... Tidak ada maksud membuat ummi nangis. Saat itu jadwal kontrol ummi ke RSIA Hermina bertemu dengan dokter cantik, dokter Farahdina namanya. Ada satu lilitan tali pusar di lherku. Padahal aku berharap ummi tidak langsung cemas, karena satu lilitan ini tidak akan bermasalah. Masih ada beberapa minggu lagi untuk dilepaskan.

“Ya Allah lindungilah janin dalam rahimku. Lepaskanlah lilitan di lehernya”
“Anak sholehnya ummi dan abi kan pinter, jadi cepat dilepas ya lilitannya. Biar ummi lebih tenang, biar anak sholeh gampang keluarnya.”

                Aku nggak mau ummi cemas lagi. Kata abi aku calon anak yang hebat. Jadi perlahan aku berusaha lepaskan lilitan ini. Alhasil saat ummi kontrol lagi di usia 38 minggu 2 hari lilitannya lepas. Ummi bahagia sekali. Tapi ummi sedikit khawatir, karena berat badanku sudah 3,3kg dalam perkiraan dokter. Padahal jauh-jauh hari dokter bilang, makanannya dijaga agar berat badanku di bawah 3kg. Harusnya ummi tidak usah khawatir, karena jalan keluarku alias panggul ummi cukup kok. Ummi hanya disarankan untuk banyak jongkok agar posisi kepalaku semakin ‘mapan’ untuk lahir.

“Ummi dan abi sudah kangen sama anak sholeh, yuk cari jalan keluarnya. Pelan-pelan pintu keluarnya dorong.”
“Anak sholeh... Yuk berusaha buka pintu keluarnya. Nanti ummi bantu, biar kita cepet ketemu.”
                Ummi, sabar ya. Allah sudah tentukan waktu yang tepat untuk kita bertemu. Aku juga kangen sama ummi, sama abi. Aku penasaran, kata abi ummi itu cantik dan baik. Aku penasaran, kata ummi abi itu hebat dan romantis.


2 komentar: